Selasa, 18 Mei 2010

TINGKAT KESEHATAN GIZI KVA - ANEMIA

TINGKAT KESEHATAN GIZI KVA - ANEMIA

  1. Kekurangan Vitamin A ( KVA)

Viitamin merupakan bahan makanan organik yang dalam jumlah kecil diperlukan untuk pertumbuhan normal dan kesehatan tubuh. Jumlah yang diperlukan sehari-hari demikian kecilnya, sehingga dapat diperkirakan bahwa vitamin bekerja sebagai katalisator. Telah dapat dibuktikan bahwa beberapa vitamin merupakan bahan esensial pada sistem oksidasi karbohidrat, protein dan lemak. Tubuh tidak dapat membuat vitamin akan tetapi harus memilikinya. Terutama organ yang sedang tumbuh sangat rentan akan defisiensi vitamin. Oleh karena itu gejala defisiensi suatu vitamin sangat penting dalam Ilmu Kesehatan Anak. Lebih penting pula ialah mengetahui bentuk laten dan bentuk dini dari penyakitnya. Kecurigaan akan hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaaan biokimia.

Anamnesis makanan yang cermat dapat menolong dugaan kemungkinan penyakit defisiensi. Sebaliknya dengan munculnya banyak pabrik farmasi yang menyodorkan bermacam-macam vitamin kepada rakyat, maka kemungkinan timbulnya hipervitaminosis tidak dapat diabaikan pula.Biasanya vitamin digolongkan dalam 2 golongan, yaitu:Golongan yang larut dalam air, misal: vitamin B kompleks dan vitamin C Golongan yang larut dalam lemak, misal: vitamin A, D, E dan K.

Kekurangan vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama. Meskipun KVA tingkat berat (Xerophthalmia) sudah jarang ditemui, tapi KVA subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA subklinis hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar Vitamin A dalam darah di laboratorium dengan di tandai rendahnya kadar Vitamin A dalam darah ( N; 40-100 LU/ 100 ml).

Vitamin A adalah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan mata. Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (essensial), bagi manusia karena gizi tidak dapat dibuat oleh tubuh, Sehingga harus dipenuhi dari luar.

Selama ini masyarakat beranggapan bahwa vitamin A cukup banyak terkandung dalam sayuran dan buah. Namun jumlahnya masih kurang mencukupi terkecuali buah dan sayur dikonsumsi dalam porsi banyak. Pada riset yang dilakukan HKI tahun 1980-an, ditemukan bahwa kandungan vitamin A yang terdapat pada sayur dan buah tidak sebanyak yang terdapat pada produk hewani seperti hati, telur, daging dan susu. Tidak disebutkan berapa banyak asupan vitamin A yang diperlukan tubuh setiap hari. Yang jelas, balita yang menjadi sasaran utama xerophalmia harus mendapat konsumsi gizi baik. Adaun tubuh dapat memperoleh vitamin A melalui :

a. Bahan makanan seperti : buah-buahan berwarna kuning atau merah; pepaya dan mangga, sauyran hijau daun, bayam, daun singkong, bahan makanan, hewani; hati, kuning telur.

b. Bahan makanan yang di perkaya dengan vitamin A

c. Kapsul Vitamin A dosis tinggi

Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, dan lebih penting lagi, vitamin A meningkatkan daya tahan tubuh. Anak-anak yang cukup mendapat vitamin bila terkena diare, campak atau penyakit infeksi lain, maka penyakit-penyakit tersebut tidak mudah parah, sehingga tidak membahayakan jiwa anak.

Metabolisme Vitamin A

Vitamin A makanan dalam bentuk retinol ester dan sebelum diserap dalam pencernaan diubah menjadi retinol. Dari mukosa sel retinol tersebut diesterfikasi kembali, kemudian diangkut oleh khilomikron, dibawa ke hati untuk disimpan. Bentuk aktif vitamin A sebagian berupa asam retinoat yang akan berperan dalam ekspresi gen. Di retina mata retinol ini diubah menjadi 11 cis retinal-dehida yang mampu berkonyugasi dengan opsin membentuk rhodopsin yang berperan dalam proses penglihatan. Maka jelas sudah mengapa mata amat membutuhkan kehadiran vitamin A.

Bentuk aktif vitamin A sebagian berupa asam retinoat yang akan berperan dalam ekspresi gen. Di retina mata retinol ini diubah menjadi 11 cis retinal-dehida yang mampu berkonyugasi dengan opsin membentuk rhodopsin yang berperan dalam proses penglihatan. Maka jelas sudah mengapa mata amat membutuhkan kehadiran vitamin A.

Selama ini masyarakat beranggapan bahwa vitamin A cukup banyak terkandung dalam sayuran dan buah. Itu memang betul. Namun jumlahnya masih kurang mencukupi terkecuali buah dan sayur dikonsumsi dalam porsi banyak. Pada riset yang dilakukan HKI tahun 1980-an, ditemukan bahwa kandungan vitamin A yang terdapat pada sayur dan buah tidak sebanyak yang terdapat pada produk hewani seperti hati, telur, daging dan susu.

Tidak disebutkan berapa banyak asupan vitamin A yang diperlukan tubuh setiap hari. Yang jelas, balita yang menjadi sasaran utama xerophalmia harus mendapat konsumsi gizi baik. Depkes berkerjasama dengan HKI memulai pemberian kapsul vitamin A gratis sebanyak dua kali dalam setahun, tiap Februari dan Agustus.

Kapsul ini disebarkan ke 240.000 Posyandu dan 7.000 Puskesmas seluruh Indonesia. Targetnya adalah anak usia antara enam bulan hingga 59 bulan. Selain itu disebarkan pula buklet ”Deteksi Dini Xerophtalmia” yang dirancang untuk memberi informasi yang diperlukan petugas kesehatan.

Lebih dari 58.000 buklet telah dicetak dan akan disebarkan ke seluruh Puskesmas di Indonesia dan rumah sakit. Dengan program ini diharap masyarakat bisa segera menyadari pentingnya vitamin A.

Faktor etiologis

Gejala defisiensi vitamin A akan timbul bilamana:dsalam jangka waktu yang lama dalam diet terdapat kekurangan vitamin A atau provitamin A.

Terdapat gangguan resorpsi vitamin A atau provitamin A.

Terdapat gangguan konversi provitamin A menjadi vitamin A.

Kerusakan hati.

Kelainan kelenjar tiroidea

Penyebab Kekurangan Vitamin A

· Faktor Makanan dan Malnutrisi

Faktor makanan mempunysi pengsruh terhadap timbulnya masalah defisiensi vitamin A. Kecuali ubi jalar, pangan yang kaya karbohidrat seperti padi-padian dan ubi-ubian, umumnya mengandung karoten sangat rendah. Sedangkan konsumsi yang menggunakan pangan pokok tersebut biasanya kurang di lengkapi dengan konsumsi sayuran hijau dan pangan sumber vitamin A, apalagi pada golongan anak-anak. Keadaan inilah yang memberi peluang terjadinya Xeropthalmia.

Air Susu Ibu (ASI) mengandung 50 mikrogram retinol/dl ASI ( kolostrum mengandung 2-6 x lipat), sedang rata-rata volume ASI yang diisap bayi 840 ml. Jumlah ini sudah memenuhi kebutuhannya, tetapi apabila konsumsi pangan ibu kurang baik, maka kandungan vitamin A dalam ASI juga menurun

Peningkatan KVA ini juga disebabkan kurangnya konsumsi makanan kaya mikronutrien, terutama makanan berasal hewan dan makanan yang difortifikasi, karena sebagian besar makanan tersebut harganya mahal sehingga hampir tidak terjangkau oleh mereka yang paling rentan terhadap krisis. Pada anak, peningkatan KVA relatif terbatas, karena kapsul vitamin A dosis tinggi merupakan sumber utama vitamin A dan distribusinya telah terjaga dengan baik selama krisis berlangsung. Risiko KVA telah meningkat pada kelompok masyarakat yang sangat bergantung pada makanan sumber vitamin A, seperti wanita usia reproduktif dan anak yang tinggal di daerah dimana distribusi vitamin A relatif rendah..

Biasanya faktor kemiskinan dan malnutrisi menjadi penyebab gangguan mata ini misanya daerah gersang seperti NTB cenderung dihinggapi problem kurang gizi pada anak-anak. Maka tak heran di daerah beriklim panas ini kasus xerophtalmia masih tergolong tinggi. Dari 4.000 jiwa terdapat 4 persen kasus xerophtalmia.

· Faktor host

Dalam host diduga ada kaitanya dengan umur. Kelompok anak kecil merupakan kelompok yang secara biuologis rawan dan sangat peka terhadap mata. Hal ini berhubungna dengan tingginya kebutuhan vitamin A untuk pertumbuhan, untuk melawan infeksi yangn sering menyerang, konsumsi yang rendah karena ib unya bergizi kurang atau kurangnya konsumsi sayuran hijau.

· Faktor Lingkungan

Diantara berbagai faktor lingkungan, faktor musim mempunyai hubungan yang erat terutama dengan ketersediaan buah-buahan yang erat terutama dengan ketresediaan buah-buahan dan sayur-sayuran, dimana merupakan sumber vitamin A yang potensial. Disamping itu musim yang berkaitan dengan iklim sangat bermakna terhadap terhadap tinggi rendahnya konsumsi vitamin A. Sebagai contoh, musim kering yang terus-menerus, angin yang merusak dan laian-lain, situsai ini dapat menimbulkan kegagalan produkis pangan yang dapat menciptakan krisi konsumsi pangan termasuk vitamnin A.

Akibat Kekurangan Vitamin A

Kekurangan vitamin A (KVA) pada anak-anak yang berada di daerah pengungsian dapat menyebabkan mereka rentan terhadap penyakit infeksi, sehingga mudah sakit Anak yang kekurangan vitamin A, bila terserang campak, diare atau penyakit infeksi lain, peyyakitmya tersebut dapat bertambah parah dan dapat mengakibatkan kematian. Infeksi akan menghambat kemampuan tubuh untuk menyerap zat-zat gizi dan pada saat yang sama akan mengikis habis simpanan vitamin A dalam tubuh. Kekurangan Vitamin A untuk jangka waktu lama juga akan mengakibatkan terjadinya gangguan pada mata, dan bila anak tidak segera mendapat vitamin A akan mengakibatkan kebutaan.

Adapun penyakit yang disebabkan oleh kekurangan vitamin A adalah sebagai berikut:

Xerophthalmia

Xerophtalmia merupakan suatu tahap lanjutan akibat kekurangan vitamin A setelah seorang anak mengalami tahap seperti diare, kista, anemia, gangguan pertumbuhan. Hal ni diawali dengan kondisi kekurangan gizi yang dibiarkan saja. Xerophtalmia sendiri bisa berakibat kebutaan kalau tak mendapat pengobatan.

Kasus xeropthalmia, sebuah kelainan pada mata akibat kekurangan vitamin A tak bisa dipandang enteng. Dulu ada asumsi bahwa penyakit ini sudah tidak ada lagi di Indonesia. Tapi fakta berbicara bahwa xerophtalmia masih bisa dikatakan sebagai momok mengerikan bagi anak usia bawah lima tahun (balita).
Pada 1978—1980 Departemen Kesehatan (Depkes) bersama dengan Hellen Keller International (HKI) dan RS Mata Cocendo, Bandung mengadakan survei ihwal gangguan mata akibat kekurangan vitamin A.

kes01

Didapat hasil bahwa prevalensi xerophtalmia status X1B sebanyak 1,2 persen, dan status X2 atau X3 sebanyak 9,8 persen per sepuluh ribu. Dari sini tergambar bahwa problem ini tergolong masalah kesehatan masyarakat. Survei yang dilakukan kembali pada 1992 di 15 provinsi Indonesia mengungkapkan penurunan yang cukup lumayan. Seorang anak yang mendapat asupan vitamin A cukup, kalau terganggu kesehatannya hanya akan mengalami penyakit yang tidak terlalu berbahaya. Demam, cacar dan sebagainya bisa sembuh dalam waktu singkat. Sedangkan anak yang mendapat asupan vitamin A berstatus marjinal cenderung mengidap suatu penyakit lebih lama dan berat. Dan pada anak yang memiliki status asupan vitamin A buruk, bisa terancam kebutaan dan bahkan kematian.

Biasanya faktor kemiskinan dan malnutrisi menjadi penyebab gangguan mata ini. Daerah gersang seperti NTB cenderung dihinggapi problem kurang gizi pada anak-anak. Maka tak heran di daerah beriklim panas ini kasus xerophtalmia masih tergolong tinggi. Dari 4.000 jiwa terdapat 4 persen kasus xerophtalmia.

Kalau seorang anak balita bertubuh kurus dan menderita malnutrisi mengalami gejala rabun senja maka harus segera diwaspadai. Rabun senja, yakni tak bisa melihat dengan jelas pada waktu senja dan malam menjadi gejala klinis xerophtalmia. Terlebih kalau disertai dengan diare, demam atau infeksi saluran pernapasan. Pada tahap ini berarti seorang anak sudah mencapai klasifikasi xerophtalmia XN, demikian menurut klasifikasi Badan Kesehatan Dunia WHO. Jika dibiarkan maka bisa beranjak ke kondisi yang lebih parah, yakni status X1A di mana terjadi kekeringan konjungtiva pada mata dan munculnya kerut di sekitar mata.

Stadium berikutnya adalah munculnya serosis dan bercak bito di mata, yakni bercak putih menyerupai keju.Kondisi ini terjadi pada tahap X1B. Makin lama kalau tidak dirawat kondisi ini berkembang ke status X2 di mana kornea dan selaput mengering dan tampak suram. Pada tahap ini pasien masih bisa diobati dengan memberi asupan vitamin A dan gizi lain. ”Mata bisa kembali normal seperti semula kalau cepat ditangani

Gejala Klinis

Rabun senja, yakni tak bisa melihat dengan jelas pada waktu senja dan malam menjadi gejala klinis xerophtalmia. Terlebih kalau disertai dengan diare, demam atau infeksi saluran pernapasan. Pada tahap ini berarti seorang anak sudah mencapai klasifikasi xerophtalmia XN, demikian menurut klasifikasi Badan Kesehatan Dunia WHO. Jika dibiarkan maka bisa beranjak ke kondisi yang lebih parah, yakni status X1A di mana terjadi kekeringan konjungtiva pada mata dan munculnya kerut di sekitar mata.

Stadium berikutnya adalah munculnya serosis dan bercak bito di mata, yakni bercak putih menyerupai keju.Kondisi ini terjadi pada tahap X1B. Makin lama kalau tidak dirawat kondisi ini berkembang ke status X2 di mana kornea dan selaput mengering dan tampak suram. Pada tahap ini pasien masih bisa diobati dengan memberi asupan vitamin A dan gizi lain. Mata bisa kembali normal seperti semula kalau cepat ditangani.Tapi kalau tak dirawat maka akan kian parah menjadi status X3A, yakni sepertiga kornea mata tertutup atau lebih populer dengan istilah keratomalcia. Dan status yang lebih buruk lagi adalah X3B, di mana lebih dari sepertiga kornea tertutup. Dan yang paling parah adalah status XS, seluruh mata sudah tertutup hingga tak bisa melihat.

Secara umum gejala klinis xeroptalmia ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

I. Keadaan reversibel yaitu yang dapat sembuh

· Buta Senja ( hemerolopia)

Merupakan gejala dini dan sering timbul sebelum terdapatnya gejala-gejal mata yang lain. Pada anak-anak yang besar dapat diketahui keluhannya atau jika anak-anak tersebut sering jatuh atau salah menagkap benda yang di berikan di wakru senja.

· Xerosis Conjuctiva.

Merupakan proses yang terjadi dari perubhan konjungtiva bulbus yaitu; kering, tebal, keriput,. Dan penimbunan pigmen. Poduksi air mata berkurang karena atrofi sel globet, sehingga sebagai akibatnya sekresi air mata berkurang.

· Xerosis kornea

Keadaan kekurangan vitamin A yang makin parah, bintik-bintik luka menjadi bertambah padat dan tersebar ke atas dan mungkin meliputi seluruh kornea.

· Bercak bitot

Suatu bentukan yang berwarna abu-abu kekuningan yang berbentuk seperti busa sabun, yaitu keadaan bergelembung atau seperti keju yang terdiri dari sel-sel epitel konjungtiva yang mengeras dan bersisik melapisi sebgaian atau seluruh permukaan yang kering.

2. Keadaan Irreversibel yaitu yang agak sulit sembuh

· Ulserasi kornea

Keadaan kekurangan vitamin A yang lebih parah dari kornea mengering yang mengakibatkan kehilangan frank epithelial dan ulserasi stroma baik dengan ketebalan sebagian atau seluruhnya.

· Keratomlasia

Semua kornea dan konjungtiva menjadi satu menebal sehingga kadang-kadang bola mata menjadi rusak bentuknya.

Klasifikasi untuk xeroftalmia berdasarkan kelainan mata;

XN = Buta Senja

X1A = Xerosis konjungtiva

X1B = Bercak Bitot

X2 = Xerosis kornea

X3A = Ulkus kornea atau keratomalasia <>

X3B = Ulkus kornea atau keratomalasia ≤ 1/3 permukaan kornea

XS = Bekas luka kornea

XF = Fundus Xeroptalmia

Prevalensi

Pada wanita tidak hamil, prevalensi buta senja jauh lebih tinggi dibandingkan anak. Angkanya berkisar 1-3,5% di semua daerah. Hal ini hampir sebanyak prevalensi yang ditemukan dalam survei vitamin A nasional HKI/Pemerintah Banglades di pedesaan Banglades yang dilakukan pada tahun 2006 dimana ditemukan 1,7% pada wanita tidak hamil dan tidak menyusui dan 2,4% pada wanita menyusui. Pada wanita hamil, angka prevalensi buta senja berkisar 0-4%.

Prevalensi xerophtalmia status X1B tinggal 0,33 persen. Dan tipe X2 dan X3 menjadi 0,5 per 10.000. Namun bukan berarti Indonesia terbebas dari penyakit mengerikan ini.

Pencegahan dan penanggulangan

Bayi-bayi yang tidak mendapatkan ASI mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita KVA, karena ASI merupakan sumber vitamin A yang sangat baik. Vitamin A juga dapat diperoleh makanan yang berasal dari hewan seperti susu, daging ayam, hati, telur) atau dari sayuran hijau serta buah buahan bewarna merah dan kuning ( mangga, Pepaya) Dalam keadaan darurat , dimana makanan bersumber alami menjadi sangat terbatas, suplementasi kapsul vitamin A menjadi sangat penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.

Vitamin A dosis tinggi, baik yang biru maupun yang merah, tidak diperjual belikan dan diberikan secara gratis di posyandu, pos kesehatan atau melalui petugas kesehatan.

Sebagai upaya pencegahan didaerah bencana, satu kapsul Kapsul vitamin A biru dengan dosis 100.000 IU diberikan untuk bayi usia 6-11 bulan, Kapsul vitamin A merah dengan dosis 200.000 IU diberikan untuk seluruh balita usia 12-59 bulan dan anak usia 6-12 tahun. Kapsul vitamin A dosis tinggi aman diberikan

dengan jarak minimal satu bulan. Walaupun demikian, bila anak mengkonsumsi kapsul vitamin A dengan selang waktu kurang dari satu bulan, biasanya tidak akan terjadi keracunan pada anak. Jika ditemukan anak mengkonsumsi lebih dari satu kapsul dalam kurun wakti satu bulan, segera melapor pada petugas kesehatan.

Ibu dalam masa nifas perlu mendapatkan kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 IU. Pemberian kapsul pertama diberikan segera setelah melahirkan, dan kapsul yang kedua dengan selang waktu minimal 24 jam, tidak lebih dari 6 minggu setelah melahirkan Kapsul vitamin A tidak boleh diberikan kepada ibu hamil karena dosisnya terlalu tinggi untuk janin.

Pemberian vitamin A untuk penderita campak dan xeroptahlmia yaitu 3 dosis Segera setelah diagnos, keesokan harinya dan tiga minggu kemudian.

· Bayi <>½ kapsul biru (4tetes) atau ¼ kapsul merah 2 ( Tetes)

· Bayi 6 – 11 bulan 100.000 IU,1 kapsul biru atau ¼ kapsul merah 4 ( Tetes)

· Bayi 12 – 59 bulan 200.000 IU, 1 kapsul merah atau 2 kapsul biru

· Bayi 5 – 12 tahun 200.000 IU,1 kapsul merah atau 2 kapsul biru

· Pemberian vitamin A Untuk Penderita Gizi Buruk (KEP) Berat adalah tiga dosis segera setelah diagnosa, satu bulan satu kali sehingga penderita sembuh.

· Bayi <>½ kapsul biru (4tetes) atau ¼ kapsul merah 2 ( Tetes)

· Bayi 6 – 11 bulan 100.000 IU, 1 kapsul biru atau ¼ kapsul merah 4 ( Tetes)

· Bayi 12 – 59 bulan 200.000 IU, 1 kapsul merah atau 2 kapsul biru

· Bayi 5 – 12 tahun 200.000 IU, 1 kapsul merah atau 2 kapsul biru

Depkes berkerjasama dengan HKI memulai pemberian kapsul vitamin A gratis sebanyak dua kali dalam setahun, tiap Februari dan Agustus.
Kapsul ini disebarkan ke 240.000 Posyandu dan 7.000 Puskesmas seluruh Indonesia. Targetnya adalah anak usia antara enam bulan hingga 59 bulan. Selain itu disebarkan pula buklet ”Deteksi Dini Xerophtalmia” yang dirancang untuk memberi informasi yang diperlukan petugas kesehatan. Lebih dari 58.000 buklet telah dicetak dan akan disebarkan ke seluruh Puskesmas di Indonesia dan rumah sakit. Dengan program ini diharap masyarakat bisa segera menyadari pentingnya vitamin A.

Metode Penelitian penduduk dari status vitamin A meliputi pemeriksaan mata pada anak-anak agar bila ada kerusakan dapat diketahui sejak dini. Kekurangan vitamin A pada tingkat subclinical dapat membawa maut - ini berarti, pada tingkatan-tingkatan tertentu dari kekurangan vitamin A dapat menunjukkan kerusakan mata - metode ini lebih peka untuk mendeteksi timbulnya kerusakan mata.

Pada zaman sekarang ini terdapat banyak penelitian-penelitian vitamin A baik itu nasional maupun regional yang telah menggunakan blood retinol sebagai indikator prinsip dari status vitamin A. Namun terdapat beberapa kesulitan dalam menilai indikator ini. Di samping itu untuk mengumpulkan dan menganalisa sampel venous blood dalam penelitian ini membutuhkan biaya mahal dan juga sulit.

Kini ada sebuah teknik baru yang lebih mudah, murah dan tidak menggangu yaitu: Dark adaptometry. Metode ini, telah dicoba dan ternyata efektif pada beberapa situasi. Keuntungan yang didapat dari metode ini yakni dapat mengetahui sejak dini kerusakan mata yang diakibatkan karena kekurangan vitamin A dengan cara memperhatikan biji mata dari mata seseorang yang berkerut jika melihat sesuatu yang menyilaukan. Biji mata dari mata seseorang yang menatap sorotan cahaya secara langsung, diperkirakan dapat menjadi sebab kerusakan pada mata. Teknik ini diharapkan menjadi metode yang sederhana, yang tidak mengganggu tubuh manusia.

B. ANEMIA GIZI

Anemia Gizi Besi (AGB) merupakan salah satu masalah gizi terbesar di Indonesia, disamping Kurang Energi-Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah daripada nilai normal untuk kelompok orang yang bersangkutan. Dengan kata lain Anemia defisiensi besi (ADB) adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Adapun Kadar hemoglobin untuk tiap jenis kelamin dan umur adalah sebagai berikut:

- Anak balita : 11 gram%

- Anak usia sekolah : 12 gram%

- Wanita dewasa : 12 gram %

- Laki-laki dewasa : 13 gram%

- Ibu hamil : 11 gram%

Sebenarnya anemia yang lebih akrab disebut penyakit kurang darah bukan hanya disebabkan oleh kekurangan zat besi. Tapi juga bisa disebabkan kurangnya vitamin B12, kurangnya asam folat dan senyawa lain yang merupakan komponen pembentukan sel darah merah. Selain itu, anemia dapat disebabkan oleh perdarahan dan penyakit kronik.

Klasifikasi Anemia

Ada dua tipe anemia yang dikenal selama ini yaitu anemia gizi dan nongizi. Anemia gizi adalah keadaan kurang darah akibat kekurangan zat gizi yang diperlukan dalam pembentukan serta produksi sel-sel darah merah, baik kualitas maupun kuantitasnya. Sedangkan anemia nongizi akibat pendarahan seperti luka akibat kecelakaan, mensturasi, atau penyakit darah yang bersifat genesis seperti thalasemia, hemofilia, dan lainnya.

Anemia gizi itu sendiri ada beberapa macam:

· Anemia gizi besi:

karena zat gizi besi (Fe) merupakan inti molekul hemoglobin yang merupakan unsur utama dalam sel darah merah, maka kekurangan pasokan zat gizi besi menyebabkan menurunnya produksi hemoglobin. Akibatnya, terjadi pengecilan ukuran (microcytic), rendahnya kandungan hemoglobin (hypochromic), serta berkurangnya jumlah sel darah merah. Penderita mengalami gejala umum berupa "4 L" itu tadi disertai pucat, kesemutan, mata berkunang-kunang, jantung berdegup kencang, dan kurang bergairah.

Untuk mengatasinya secara oral atau suntikan bisa diberikan suplemen zat gizi besi dengan dosis 60 - 180 mg/hari sampai keadaan normal. Untuk mencegah terjadinya anemia gizi besi bisa dilakukan dengan mengkonsumsi bahan makanan sumber utama zat besi seperti daging dan sayuran sesuai kecukupan gizi yang dianjurkan.

· Amenia gizi vitamin E:

Mengakibatkan integritas dinding sel darah merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga sangat sensitif terhadap hemolisis (pecahnya sel darah merah). Soalnya, vitamin E adalah faktor esensial bagi integritas sel darah merah.

· Anemia gizi asam folat:

Disebut juga anemia magaloblastik atau makrositik; dalam hal ini keadaan sel darah merah penderita tidak normal dengan ciri-ciri bentuknya lebih besar, jumlahnya sedikit dan belum matang. Penyebabnya ialah kekurangan asam folat dan atau vitamin B12. Padahal kedua zat itu diperlukan dalam pembentukan nukleoprotein untuk proses pematangan sel darah merah dalam sumsum tulang.

Penanganan gizinya dilakukan dengan tes laboratorium adanya B12 dalam darah untuk membedakannya dengan anemia pernicious. Bila ternyata kadar vitamin B12 normal, maka dapat dilakukan pemberian asam folat dengan dosis 0,1 - 1,0 mg/hari. Bila terjadi malabsorbsi, asam folat itu dapat disuntikkan dengan dosis 0,01 mg/hari. Tentunya hal ini perlu dikonsultasikan dengan dokter ahli gizi.

· Anemia gizi vitamin B12

Disebut juga pernicious, keadaan dan gejalanya mirip dengan anemia gizi asam folat. Namun, anemia jenis ini disertai gangguan pada sistem alat pencernaan bagian dalam. Pada jenis yang kronis bisa merusak sel-sel otak dan asam lemak menjadi tidak normal serta posisinya pada dinding sel jaringan saraf berubah. Dikhawatirkan, penderita akan mengalami gangguan kejiwaan.

Penanganan gizinya diawali dengan tes darah untuk mengetahui spesifikasi kekurangan zat gizinya. Kekurangan vitamin B12 dapat diatasi dengan pemberian secara oral atau suntikan dengan dosis sekitar 100 mcg/hari, sesuai anjuran dokter gizi.

· Anemia gizi vitamin B6:

Anemia ini disebut juga siderotic. Keadaannya mirip dengan anemia gizi besi, namun bila darahnya dites secara laboratoris, serum besinya normal. Kekurangan vitamin B6 akan mengganggu sintesis (pembentukan) hemoglobin.

Penanganan gizinya dengan memberikan suplemen vitamin B6 secara oral dengan dosis 50 - 200 mg/hari atau sesuai anjuran dokter gizi.

· Anemia Pica:

Tanda-tanda anemia Pica aneh dan tidak normal. Penderita memiliki selera makan yang tidak lazim, seperti makan tanah, kotoran, adonan semen, serpihan cat, atau minum minyak tanah. Tentu saja perilaku makan ini akan memperburuk penyerapan zat gizi besi oleh tubuh.

Untuk mengatasinya dilakukan penanganan gizi seperti pada anemia gizi besi yaitu dengan memberikan suplemen besi (Fe) dengan dosis 60 - 180 mg/hari sesuai anjuran dokter gizi. Selain itu pihak keluarganya harus mengawasi dan mencegah penderita untuk tidak melakukan kebiasaan makan benda-benda yang aneh-aneh itu.

Berdasarkan kriteria WHO, anak didiagnosa menderita anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dL untuk anak berusia lebih dari 6 tahun dan kurang dari 11 g/dL untuk anak berusia di bawah 6 tahun. Pada anak usia sekolah dan pra sekolah, ADB bisa mengganggu proses tumbuh kembang anak. Kenali gejala anemia pada anak agar dapat dideteksi sedini mungkin. Seperti yang sudah sering diberitakan bahwa ciri utama anemia adalah 5 L yang merupakan kepanjangan dari Lemah, Letih, Lesu, Lelah dan Lunglai. Disamping itu juga ada ciri lainnya seperti wajah tampak pucat, mata berkunang-kunang sampai berkurangnya nafsu makan.

Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2000, penyebab anemia adalah malnutrisi balita yang terbagi menjadi gizi kurang sebanyak 5.2 juta (26,4%), gizi buruk sebanyak 1,7 juta (8,9%) dan marasmik kwasiokor sebanyak 170.000 (0,9%). Tidak dapat dipungkiri bahwa kecacingan pun masih menyebabkan siswa SD menderita anemia meskipun sudah sering dilakukan tes tinja di SD.

Penyebab utama anemia gizi adalah konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang sebagian besar terdiri dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Selain itu infestasi cacing tambang memperberat keadaan anemia yang diderita pada daerah–daerah tertentu terutama

daerah pedesaan (Husaini, 1989).

Zat besi merupakan trace element terpenting bagi manusia. besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah, yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang menyangkut oksigen dari paru–paru. Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke sel–sel yang membutuhkannya untuk metabolisme glukosa, lemak dan protein menjadi energi (ATP). Besi juga merupakan bagian dari sistem enzim dan mioglobin, yaitu molekul yang mirip Hemoglobin yang terdapat di dalam sel–sel otot. Mioglobin akan berkaitan dengan oksigen dan mengangkutnya melalui darah ke sel–sel otot. Mioglobin yang berkaitan dengan oksigen inilah menyebabkan daging dan otot–otot menjadi berwarna merah. Di samping sebagai komponen Hemoglobin dan mioglobin, besi juga merupakan komponen dari enzim oksidase pemindah energi, yaitu : sitokrom paksidase, xanthine oksidase, suksinat dan dehidrogenase, katalase dan peroksidase.

Zat Besi Dalam Tubuh

Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu yang fungsional dan yang reserve (simpanan). Zat besi yang fungsional sebagian besar dalam bentuk Hemoglobin (Hb), sebagian kecil dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil tetapi vitl adalah hem enzim dan non hem enzim Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi selain daripada sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan untuk kompartmen fungsional.

Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka kebutuhan kan eritropoiesis (pembentukan sel darah merah) dalam sumsum tulangakan selalu terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah zat besi dalam bentuk reserve ini adalah kurang lebih seperempat dari total zat besi yang ada dalam tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai reserve ini, berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapatdalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada keadaan tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah banyak,misalnya pada anak yang sedang tumbuh (balita), wanita menstruasi dan wanita hamil, jumlah reserve biasanya rendah.

Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan, maka kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan perlu ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal. Dalam memenuhi kebutuhan akan zat gizi, dikenal dua istilah kecukupan(allowance) dan kebutuhan(requirement). Kecukupan menunjukkan kecukupanrata – rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas gizi menunjukkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan masing – masing individu untuk hidup sehat. Dalam kecukupan sudah dihitung faktor variasi kebutuhan antar individu, sehingga kecukupan kecuali energi, setingkat dengan kebutuhan ditambah dua kali simpangan baku. Dengan demikian kecukupan sudah mencakup lebih dari 97,5% populasi (Muhilal et al, 1993).

Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan perlu ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal. Kebutuhan zat

besi relatif lebih tinggi pada bayi dan anak daripada orang dewasa apabila dihitung berdasarkan per kg berat badan. Bayi yang berumur dibawah 1 tahun, dan anak berumur 6 – 16 tahun membutuhkan jumlah zat besi sama banyaknya dengan laki –laki dewasa. Tetapi berat badannya dan kebutuhan energi lebih rendah daripada laki – laki dewasa.

Zat Besi Dalam Makanan

Dalam makanan terdapat 2 macam zat besi yaitu besi heme dan besi nonhem. Besi non hem merupakan sumber utama zat besi dalam makanannya. Terdapat dalam semua jenis sayuran misalnya sayuran hijau, kacang – kacangan, kentang dan sebagian dalam makanan hewani. Sedangkan besi hem hampir semua terdapat dalam makanan hewani antara lain daging, ikan, ayam, hati dan organ -organ lain.

Metabolisme Zat Besi

Untuk menjaga badan supaya tidak anemia , maka keseimbangan zat besi di dalam badan perlu dipertahankan. Keseimbangan disini diartikan bahwa jumlah zat besi yang dikeluarkan dari badan sama dengan jumlah besi yang diperoleh badan dari makanan. Suatu skema proses metabolisme zat besi untuk mempertahankan keseimbangan zat besi di dalam badan, dapat dilihat pada skema di bawah ini.

Pada bayi absorbsi zat besi dari ASI meningkat dengan bertambah tuanya umur bayi perubahan ini terjadi lebih cepat pada bayi yang lahir prematur dari pada bayi yang lahir cukup bulan. Jumlah zat besi akan terus berkurang apabila susu diencerkan dengan air untuk diberikan kepada bayi. Walaupun jumlah zat besi dalam ASI rendah, tetapi absorbsinya paling tinggi.

Sebanyak 49% zat besi dalam ASI dapat diabsorbsi oleh bayi. Sedangkan susu sapi hanya dapat diabsorbsi sebanyak 10 – 12% zat besi. Kebanyakan susu formula untuk bayi yang terbuat dari susu sapi difortifikasikan dengan zat besi. Rata – ratabesi yang terdapat diabsorbsi dari susu formula adalah 4%. Pada waktu lahir, zat besi dalam tubuh kurang lebih 75 mg/kg berat badan, dan reserve zat besi kira-kira 25% dari jumlah ini. Pada umur 6 – 8 mg, terjadi penurunan kadar Hb dari yang tertinggi pada waktu lahir menjadi rendah.

Hal ini disebabkan karena ada perubahan besar pada sistem erotropoiesis sebagai respon terhadap deliveri oksigen yang bertambah banyak kepada jringan kadar Hb menurun sebagai akibat dari penggantian sel – sel darah merah yang diproduksi sebelum lahir dengan sel – sel darah merah baru yang diproduksi sendiri oleh bayi. Persentase zat besi yang dapat diabsorbsi pada umur ini rendah karena masih banyaknya reserve zat besi dalam tubuh yang dibawah sejak lahir. Sesudah umur tsb, sistem eritropoesis berjalan normal dan menjadilebih efektif. Kadar Hb naik dari terendah 11 mg/100 ml menjadi 12,5 g/100 ml, pada bulan – bulan terakhir masa kehidupan bayi.

Prevalensi yang tinggi pada anak balita umumnya disebabkan karena makanannya tidak cukup banyak mengandung zat besi sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya, terutama pada negara sedang berkembang dimana serelia dipergunakan sebagai makanan pokok. Faktor budaya juga berperanan penting, bapak mendapat prioritas pertama mengkonsumsi bahan makanan hewani, sedangkan anak dan ibu mendapat kesempatan yang belakangan. Selain itu erat yang biasanya terdapat dalam makanannya turut pula menhambat absorbsi zat besi.

Kelompok Umur

Prevalensi Anemia

Laki-laki / %

Wanita / %

Total / %

0-5 tahun

6-10 tahun

10-14 tahun

15-44 tahun

45-54 tahun

55-64 tahun

> 65 tahun

Ibu hamil

Ibu menyusui (3 bln)

35.7

46.4

45.8

58.3

53.7

62.5

70.0

-

-

45.2

48.6

57.1

39.5

39.3

40.5

45.8

50.9

45.1

40.5

47.2

51.5

48.9

46.5

51.5

57.9

50.9

45.1

Beberapa hal yang diduga menjadi penyebab terhambatnya penurunan prevalensi penyebab Besi (AGB) di Indonesia diantaranya adalah :

  1. Masyarakat tidak memperoleh penjelasan mengenai pentingnya suplementasi dan tata cara konsumsi suplemen yang benar dan sesuai aturan, sehingga suplementasi itu tidak memberi efek seperti yang diharapkan. Selain itu, masyarakat juga belum sepenuhnya mengerti mengenai tujuan dari diadakannya program suplementasi ini. Masyarakat hanya diberi paket tablet besi begitu saja tanpa adanya penjelasan lebih lanjut (1 paket berisi 30 butir). Contoh kasus misalnya, suplemen yang seharusnya dikonsumsi selama 1 bulan penuh dengan dosis 1 kali sehari, hanya dikonsumsi selama 2 minggu saja karena timbulnya rasa bosan atau merasa tidak ada perubahan yang signifikan setelah lama mengkonsumsinya. Padahal, suplemen zat besi tersebut baru akan memberikan efek terhadap peningkatan kadar Hb jika dikonsumsi minimal selama 1 bulan penuh dengan dosis 1 kali sehari. Contoh lain, suplementasi zat besi tersebut dikonsumsi bersama-sama dengan sesuatu yang mengandung zat penghambat absorpsi Fe, misalnya minum tablet besi dengan air teh atau kopi. Telah diketahui bahwa teh dan kopi mengandung tanin yang dapat mengikat besi sehingga menghambat absorpsinya.
  2. Belum adanya sistem monitor (pemantauan) yang dapat menjamin bahwa suplemen tersebut benar-benar dikonsumsi oleh sasaran. Meskipun telah diberi penjelasan mengenai pentingnya suplementasi Fe beserta tata cara konsumsinya yang benar, namun siapa yang dapat menjamin bahwa masyarakat benar-benar mengkonsumsinya. Karena memang tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat, khususnya yang tingkat pendidikannya masih rendah, agak sulit untuk bisa mengerti sepenuhnya bahwa suplementasi itu berdampak baik bagi kesehatan. Sebab, efek dari suplementasi ini tidak dapat langsung terlihat dalam jangka pendek sehingga mungkin masyarakat menganggap bahwa hal itu tidak ada gunanya. Perlu diketahui bahwa sebagian besar masyarakat yang terkena anemia ini merupakan golongan masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah.
  3. Terkadang dengan mengkonsumsi tablet tambah darah ini mengakibatkan timbulnya rasa mual bagi sebagian orang, sehingga enggan untuk mengkonsumsinya.

Fatofisiologi Anemia Gizi

Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga aneimia pada balita sukar untuk dideteksi.

Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas

yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186 :303)

Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 style=""> Diagnosis ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990).

Secara umum kekurangan besi terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama terjadi bila simpanan besi berkurang, yang terlihat dari penurunan feritin dalam plasma hingga 12 ug/L. Hal ini dikompensasi dengan peningkatan absorpsi besi yang terlihat dari peningkatan kamampuan mengikat-besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC). Pada tahap ini belum terlihat perubahan fungsional pada tubuh.

Tahap kedua terlihat dengan habisnya simpanan besi, menurunnya jenuh transferin dan meningkatnya protporfirin. Pada tahap ini nilai hemoglobin di dalam darah masih berada pada 95% nilai normal. Hal ini dapat mengganggu metabolisme energi, sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan bekerja.

Pada tahap ketiga, terjadilah anemia gizi , dimana kadar hemoglobin total turun dibawah nilai normal. Anemia besi berat ditandai oleh sel darah merah yang kecil (mikrositosis) dan nilai hemoglobin rendah (hipokromia). Oleh karena itu,anemia gizi besi dinamakan anemia mikrositik hipokromik. (Almatsier, 2002).

Faktor Penyebab

Berbagai macam hal dapat menjadi penyebab terjadinya anemia gizi besi. Diantaranya adalah :

  1. Kurangnya konsumsi makanan kaya besi, terutama yang berasal dari sumber hewani
  2. Kekurangan zat besi karena kebutuhan yang meningkat seperti pada kehamilan, masa tumbuh kembang, dan pada penyakit infeksi (malaria dan penyakit kronis lainnya misalnya TBC)
  3. Kehilangan zat besi yang berlebihan pada pendarahan termasuk haid yang berlebihan, sering melahirkan dan infeksi cacing
  4. Tidak seimbangnya antara kebutuhan tubuh akan zat besi dibandingkan dengan penyerapan dari makanan
  5. Wanita cenderung menderita anemia dari pada pria, karena mengalami haid setiap bulan, sehingga membutuhkan zat besi dua kali lebih banyak. Khususnya bagi remaja putri, banyak yang melaksanakan diet pengurangan berat badan karena ingin langsing sehingga menyebabkan asupan gizinya berkurang, termasuk zat besii

Penyebab anemia gizi pada balita

Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi lahir dari ibu

yang menderita anemia kemungkinan akan menderita anemia gizi , mempunyai berat badan lahir rendah, prematur dan meningkatnya mortalitas (Academi of Sciences, 1990).

Penyebab anemia gizi pada bayi dan anak (Soemantri, 1982):

  1. Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.

· Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar

· Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat besi yang berat

· Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum persalinan

· seperti adanya sirkulasi fetus ibu dan perdarahan retroplasesta

  1. Asupan zat besi kurang cukup dan absorbsi kurang

· Diare menahun

· Sindrom malabsorbsi

· Kelainan saluran pencernaan

· Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada lahir

· kurang bulan dan pada saat akil balik.

· Kehilangan darah

· Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada poliposis

· rektum, divertkel Meckel

· Infestasi parasit, misalnya cacing tambang.

Dampak anemia gizi pada balita

I. Terhadap kekebalan tubuh (imunitas seluler dan humoral)

Kekurangan zat besi dalam tubuh dapat lebih meningkatkan kerawanan terhadap penyakit infeksi. Seseorang yang menderita defisiensi besi (terutama balita) lebih mudah terserang mikroorganisme, karena kekurangan zat besi berhubungan erat dengan kerusakan kemampuan fungsional dari mekanisme kekebalan tubuh yang penting untuk menahan masuknya penyakit infeksi.

Laporan klinis yang pertama-tama dilaporkan pada tahun 1928 oleh Mackay mengatakan bahwa bayi-bayi dari keluarga-keluarga miskin di London yang menderita bronchitis dan gastroenteritis menjadi berkurang setelah mereka mendapat terapi zat besi. Lebih lanjut di Alaska, penyakit diare dan saluran pernafasan lebih umum ditemui pada orang-orang eskimo dan orang-orang asli yang menderita defisiensi besi. Meningitis lebih sering berakibat fatal pada anak- anak dengan kadar hemoglobin di atas 10,1 g/dl.

Peranan sirkulasi antibodi sampai sekarang dianggap merupakan pertahananutama terhadap infeksi, dan hal ini dapat didemonstrasikan pada manusia. Pada manusia kemampuan pertahanan tubuh ini berkurang pada orang-orang yang menderita defisiensi besi.

Penurunan fifer antibodi tampak lebih erat hubungannya dengan indikator konsumsi zat besi, daripada dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar besi dalam serum atau feritin, atau berat badan. Anak-anak yang menderita defisiensi besi menyebabkan persentase limfosit T menurun, dan keadaan ini dapat diperbaiki dengan suplementasi besi. Menurunnya produksi makrofag juga dilaporkan oleh beberapa peneliti. Secara umum sel T, dimana limfosit berasal, berkurang pada hewan dan orang yang menderita defisiensi besi. Terjadi penurunan produksi limfosit dalam respons terhadap mitogen, dan ribonucleotide reductase juga menurun. Semuanya ini dapat kembali normal setelah diberikan suplemen besi.

2. Terhadap kemampuan intelektual

Telah banyak penelitian dilakukan mengenai hubungan antara keadaan kurang besi dan dengan uji kognitif. Walaupun ada beberapa penelitian mengemukakan bahwa defisiensi besi kurang nyata hubungannya dengan kemunduran intelektual tetapi banyak penelitian membuktikan bahwa defisiensi besi mempengaruhi pemusnahan perhatian (atensi), kecerdasan (IQ) , dan prestasi belajar di sekolah. Denganl memberikan intervensi besi maka nilai kognitif tersebut naik secara nyata.

Salah satu penelitian di Guatemala terhadap bayi berumur 6-24 bulan. Hasil, penelitian tsb menyatakan bahwa ada perbedaan skor mental (p<0,05)>

Gejala Anemia Gizi

Rasa lemah, letih, hilang nafsu makan, menurunya daya konsentras dan sakit kepala atau pening adalah gejala awal anemia Pada kasus yang lebih parah, sesak nafas disertai gejala lemah jantung dapat terjadi. Untuk memastikan, diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, diantaranya dilakukan penentuan kadar hemoglobin atau hematokrit dalam darah (Kardjati Sakit, 1985).

Kekurangan besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Di samping itu kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Pada anak-anak, kekurangan besi ini menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi dan belajar. (Almatsier, 2002)

Strategi penangggulangan Anemia Gizi pada balita

Strategi penanggulangan anemia gizi secara tuntas hanya mungkin kalau intervensi dilakukan terhadap sebab langsung, tidak langsung maupun mendasar. Secara pokok strategi itu adalah sebagai berikut :

1. Terhadap penyebab langsung yaitu penanggulangan anemia gizi perlu diarahkan agar :

a. Keluarga dan anggota keluarga yang resiko menderita anemia mendapat makanan yang cukup bergizi dengan biovailabilita yang cukup.

b. Pengobatan penyakit infeksi yang memperbesar resiko anemia

c. Penyediaan pelayanan yang mudah dijangkau oleh keluarga yang memerlukan, dan tersedianya tablet tambah darah dalam jumlah yang sesuai.

2. Terhadap penyebab tidak langsung yaitu Perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan perhatian dan kasih sayang di dalam keluarga terhadap wanita, terutama terhadap ibu yang perhatian itu misalnya dapat tercermin dalam :

a. Penyediaan makanan yang sesuai dengan kebutuhanny terutama bila hamil.

b. Mendahulukan ibu hamil pd waktu makan

c. Perhatian agar pekerjaan fisik disesuaikan dengan kondisi wanita/ibu hamil

d. Terhadap penyebab mendasar :

Dalam jangka panjang, penanggulangan anemia gizi hanya dapat berlangsung secara tuntas bila penyebab mendasar terjadinya anemia juga ditanggulang, misalnya melalui:

a. Usaha untuk meningkatkan tingkat pendidikan, terutama pendidikan wanita.

b. Usaha untuk memperbaiki upah, terutama karyawan rendah.

c. Usaha untuk meningkatkan status wanita di masyarakat

d. Usaha untuk memperbaiki lingkungan fisik dan biologis, sehingga mendukung status kesehatan gizi masyarakat.

Strategi Operasional Penanggulangan anemia gizi disini diarahkan pada kegiatan yang bisa dilaksanakan dalam 4 kegiatan yaitu :

Operasional KIE

1. Pelaksanaan KIE :

§ menggunakan multimedia

§ menggunakan tenaga lintas program dan lintas sektor

§ menggunakan berbagai pendekatan seperti individual, kelompok atau massal

§ menumbuhkan partisipasi dan kemandirian

§ ditunjukan untuk berbagai sasaran yang sesuai seperti sasaran primer yaitu orang tua yang memiliki balita, sasaran sekunder yaitu petugas kesehatan, lurah, tokoh masyarakat, lembaga LSM sedangkan tertier yaitu pemerintah setempat.

2. Integrasi KIE anemia ke dalam KIE maknan

3. Pengembangan jaringan KIE

4. Strategi khusus : Penyelenggaraan Bulanan anemia

Strategi Operasional Suplementasi

Masyarakat sendiri dapat melakukan suplementasi untuk balitanya. Preparat diberikan lebih baik dalam bentuk multivitamin, yaitu selain mengandung besi dan asam folat, juga mengandung vitamin A, vitamin C, seng (sesuai dengan kemampuan tehnologi). Pemberian dapat dilakukan beberapa kali dalam setahun. Dosis pemberian adalah sebagai berikut :

§ 30 mg unsur besi dan 0,125 mg asam folat, disertai 2500 IU vitamin A pemberian diberikan selama 2 bulan

§ Swadana yaitu 30 mg unsur besi dan 0,125 mg asam folat disertai 2500 IU vitamin A pemberian diberikan sekali seminggu. Preparat multivitamin yang tersedia di pasaran juga dapat dipergunakan.

Strategi Fortifikasi

Fortifikasi sampai sekarang masih belum banyak berperan dalam penanggulangan anemia gizi di masyarakat. Saat ini baru ada rintisan kegiatan fortifikasi yang dilakukan pada mi instan. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg unsure besi dan 0,15 mg asam folat ditambah 2500 IU vitamin A untuk setiap bungkusnya. Dosis ini berlaku umum untuk seluruh sasaran, sehingga secara tehnis

pelaksanaannya lebih mudah. Strategi yang perlu dilakukan

1. Mempertahankan produk – produk yang telah difortifikasi

2. Fortifikasi produk yang dikonsumsi oleh masyarakat (low and entry)

3. Memasukkan fortifikasi ke dalam Standard Nasional Indonesia (SNI)

4. Telaah lanjutan tentang wahana (bahan makanan) lain yang bisa digunakan.

Strategi Operasional Lain

Penanggulangan anemia juga memerlukan kegiatan lain seperti :

1. Pembasmian infeksi cacing secara berkala

Penanggulangan anemia perlu disertai dengan pemberian obat cacing di daerah yang diduga prevalensi cacingnya tinggi. Prioritas pemerintah sekarang ini adalah pembasmian cacing untuk anak sekolah, daerah vital produksi, daerah terpencil dan daerah kumuh. Direktorat Bina Gizi Masyarakat perlu berpartisipasi dalam rangka memperluas gerakan pembasmian cacing ini.

2. Pemberian obat anti malaria untuk daerah endemis.

Pemberian obat anti malaria di daerah endemis malaria perlu diberikansekaligus pada waktu pemberian tablet tambah darah. Direktorat Jenderal P2MPLP sekarang sudah memberikan anti malaria sekaligus tablet tambahdarah, nmun bru daerh prioritas, seperti transmigrasi, daerah potensi wabah daerah pembangunan dan daerah perbatasan.

3. Mencari Prevalensi Regional Anemia

Starategi Penanggulangan Umum

ADB harus segera ditangani dengan pemberian preparat zat besi dan mengatasi penyebabnya..Untuk mencegah anemia defisiensi besi, dianjurkan kepada ibu hamil dan anak-anak agar perbanyak mengkonsumsi daging, hati dan kuning telur, tepung, roti dan gandum yang telah diperkaya dengan zat besi.Makanan rata-rata mengandung sekitar 6 miligram zat besi setiap 1.000 kalori, sehingga rata-rata orang mengkonsumsi zat besi sekitar 10-12 miligram/hari.

Para ibu yang memasak di rumah perlu memperhatikan bahwa serat sayuran, fosfat, kulit padi (bekatul) dan antasid dapat mengurangi penyerapan zat besi dengan cara mengikatnya. Sebaiknya berikan jeda waktu setelah makan makanan kaya besi agar tubuh menyerap zat besi terlebih dahulu baru kemudian mengkonsumsi sayuran. Tidak banyak yang mengetahui bahwa vitamin C merupakan satu-satunya unsur makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi. Jadi, konsumsi makanan kaya zat besi dilanjutkan dengan minum vitamin C tentu akan membantu penyerapan zat besi oleh tubuh.

Perlu diketahui bahwa kemampuan usus untuk menyerap zat besi terbatas, yaitu sekitar 1-2 miligram zat besi dari makanan setiap harinya, yang secara kasar sama dengan jumlah zat besi yang dibuang dari tubuh setiap harinya.Hal ini yang mendasari kenyataan pemberian zat besi dalam dosis yang lebih besar akan sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam. Tidak usah khawatir karena ini merupakan efek samping yang normal dan tidak berbahaya.
Bantu dengan Minum Suplemen

Untuk anak usia di bawah 14 tahun, kebutuhan zat besi harian adalah 10 mg, sedangkan untuk anak lebih dari 14 tahun memerlukan 12 mg/hari untuk laki-laki dan 15 mg/hari untuk perempuan. Jika makanan sehari-hari sedikit mengandung zat besi atau tidak memenuhi kebutuhan zat besi harian maka dapat diberikan preparat zat besi. Preparat besi yang tersedia di pasaran dalam bentuk ferrous glukonat,ferrous fumarat, ferrous sulfat. Bentuk zat besi yang berbeda ini akan mempengaruhi kelarutannya sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh.

Preparat besi biasanya digabung bersama vitamin dan zat penambah darah lain yang dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) dalam tubuh dengan cepat, sehingga dapat membantu mencegah dan mengatasi anemia.

Saat pemberian suplemen tersebut, petugas kesehatan hendaknya memberikan penjelasan mengenai pentingnya suplementasi, tujuan pelaksanaan program, serta tata cara konsumsi suplemen yang benar sehingga dapat memberikan efek sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa hal yang sekiranya perlu disampaikan kepada masyarakat penerima suplemen diantaranya adalah :

a. Penjelasan mengenai dampak negatif yang mungkin timbul jika menderita anemia , dan juga efek menguntungkan dari suplementasi. Sebagai contoh, pada ibu hamil diberi penjelasan bahwa jika ia menderita anemia hal itu akan mempengaruhi perkembangan janin di dalam rahim dan juga dapat membahayakan nyawa sang ibu saat melahirkan jika terjadi perdarahan. Dengan penjelasan ini diharapkan ibu hamil tersebut akan menyadari bahwa anemia itu perlu ditanggulangi, dan program suplementasi ini merupakan salah satu upaya yang penting untuk dilaksanakan.

b. Keharusan untuk mengkonsumsi suplemen zat besi itu selama 1 bulan penuh dengan dosis 1 kali sehari. Karena 1 paket biasanya berisi 30 tablet besi, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat diminta untuk menghabiskan tablet tersebut dengan mengkonsumsinya 1 kali sehari agar dapat memberikan efek berupa peningkatan kadar hemoglobin darahnya. Perlu dijelaskan juga bahwa efek dari suplementasi ini tidak dapat langsung terasa dalam jangka pendek, namun berguna bagi kesehatan jangka panjang. Kepada ibu hamil, perlu dijelaskan juga bahwa suplementasi ini sangat berperan bagi perkembangan janinnya serta dapat menurunkan prevalensi angka kematian ibu saat melahirkan. Sehingga diharapkan tidak akan timbul anggapan dari masyarakat bahwa suplementasi ini tidak ada gunanya

c. Jangan mengkonsumsi suplemen bersama-sama atau hampir bersamaan waktunya dengan sesuatu yang mengandung zat penghambat absorpsi besi, seperti teh dan kopi yang mengandung tanin, dan juga beberapa sayuran yang mengandung asam oksalat dan asam fitat. Zat-zat tersebut dapat mengikat besi sehingga menurunkan kemampuan absorpsinya.

d. Konsumsi suplemen jangan bersamaan waktunya dengan konsumsi obat-obatan yang bersifat basa seperti antasid. Karena, sifat basa tersebut dapat menurunkan keasaman lambung sehingga menghalangi absorpsi besi.

e. Akan sangat baik jika suplementasi ini dikonsumsi bersama-sama dengan sesuatu yang mengandung vitamin C, misalnya air jeruk. Karena, vitamin C sangat membantu absorpsi besi.

Perlu diadakannya pemantauan konsumsi suplemen, misalnya dengan merekrut beberapa sukarelawan ataupun petugas kesehatan itu sendiri yang mau berperan sebagai pihak yang mengingatkan dan memotivasi para penderita anema agar terus mengkonsumsi suplemen tersebut. Sistem seperti ini sebenarnya telah diterapkan pada program pengobatan penyakit TBC, yang dikenal dengan sebutan PMO (Pemantau Minum Obat). Karena seperti yang kita tahu bahwa demi kesembuhannya, penderita TBC itu harus mengkonsumsi bermacam-macam obat dalam sehari selama beberapa bulan, sehingga perlu adanya PMO untuk memotivasi para penderita tersebut agar terus mengkonsumsi obatnya. Tampaknya pada kasus AGB ini juga diperlukan adanya PMO, agar dapat menjamin bahwa suplemen zat besi tersebut benar-benar dikonsumsi oleh penderita. Seperti yang telah disebutkan di atas, PMO ini bisa berasal dari petugas kesehatan, sukarelawan, atau yang paling efektif sepertinya adalah dari orang-orang terdekatnya seperti orangtua, suami, istri, tetangga dekat, dan lain-lain. PMO ini juga perlu diberi penyuluhan mengenai pentingnya suplementasi bagi penderita anemia dan tata cara konsumsi suplemen dengan benar.

Pada dasarnya, semua upaya tersebut dilakukan untuk memberi kesadaran pada masyarakat penderita anemia , bahwa suplementasi tersebut sangat berguna bagi kesehatannya, dan khususnya bagi ibu hamil penting juga bagi kesehatan janinnya. Dengan adanya penjelasan mengenai pentingnya suplementasi, tujuan dari program tersebut, beserta tata cara konsumsinya, diharapkan masyarakat akan tumbuh kesadaran untuk mengkonsumsinya tanpa paksaan. Kemudian mengenai PMO, diharapkan mereka dapat berperan dalam mengingatkan dan memberi motivasi kepada penderita anemia untuk terus mengkonsumsi suplemen tersebut, sehingga pada akhirnya prevalensi kasus anemia di Indonesia dapat diturunkan.
Cara Mencegah KVAVitamin A dapat diperoleh dari ASI atau makanan yang berasal dari hewan seperti susu, daging ayam, hati, telur) atau dari sayuran hijau serta buah buahan bewarna merah dan kuning ( mangga, Pepaya)Dalam keadaan darurat , dimana makanan bersumber alami menjadi sangat terbatas, suplementasi kapsul vitamin A menjadi sangat penting untukmeningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.Cara Mendapatkan Kapsul Vitamin AVitamin A dosis tinggi, baik yang biru maupun yang merah, tidak diperjual belikan dan diberikan secara gratis di posyandu, poskesehatan atau melalui petugas kesehatan.Dosis Kapsul Vitamin A untuk bayi dan AnakSebagai upaya pencegahan didaerah bencana, satu kapsul Kapsul vitamin A biru dengan dosis 100.000 IU diberikan untuk bayi usia 6-11 bulan, Kapsul vitamin A merah dengan dosis 200.000 IU diberikan untuk seluruh balita usia 12-59 bulan dan anak usia 6-12 tahunKapsul Vitamin A dosis tinggi aman diberikan dengan jarak minimal satu bulan. Walaupun demikian, bila anak mengkonsumsi kapsulvitamin A dengan selang waktu kurang dari satu bulan, biasanya tidak akan terjadikeracunan pada anak. Jika ditemukan anak mengkonsumsi lebih dari satu kapsul dalam kurun wakti satu bulan, segera melapor pada petugas kesehatan.Dosis Kapsul Vitamin A Untuk Ibu NifasIbu dalam masa nifas perlu mendapatkankapsul vitamin A berwarna merah dengandosis 200.000 IU. Pemberian kapsul pertama diberikan segera setelah melahirkan, dan kapsul yang kedua dengan selang waktu minimal 24 jam, tidak lebih dari 6 minggu setelah melahirkanKapsul vitamin A tidak boleh diberikan kepada ibu hamil karena dosisnya terlalu tinggi untuk janin.

Pemberian Vitamin A Untuk Penderita Campak Dan XerophtalmiaTIGA DOSIS1. Segera setelah diagnosa2. Kesesokan harinya3. Minggu kemudianBayi <>

BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (essensial), bagi manusia karaena gizi tidak dapat dibuat oleh tubuh, Sehingga harus dipenuhi dari luar

2. Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, dan lebih penting lagi, vitamin A meningkatkan daya tahan tubuh

3. Masalah kekrurangan vitamin A dapat menyebabkan Xerophthalmia

4. Gejal klinis Xerophthalmia terbagi menjadi 2; Reversibel {buta senja (hemerolopia), xerosis conjuntiva, xerosis kornea, bercak bitot). Irreversibel (ulserasi kornea, keratomalasia)}

5. Faktor-faktor penyebab kekurangan vitamin A; host, makanan, lingkungan

6. Cara Intervensi mengatasi kekurangan vitamin A adalah; Pemberian Vitamin A dosis tinggi, Meningkatkan konsumsi vitamin A/provitamin A, Fortifikasi vitamin A dalam bahan makanan yang dipakai sehari-hari

7. Pemberian kapsul vitamin A; Kapsul vitamin A 100.000 SI (warna biru) diberikan kepada semua bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupun sakit

8. Kapsul vitamin A 200.000 SI (warna merah) diberikan kepada semua anak balita umur 1-5 tahun, baik sehat maupun sakit.

9. Kapsul Vitamin A 200.000 SI (warna merah) diberikan kepada semua ibu yang baru melahirkan (nifas) sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI.

10. Anemia defisiensi besi ( Anemia Gizi ) adalah suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah leih rendah daripada nilai normal. Untuk balita kadar Hb Normal adalah 12 g/dl.

11. Menurut SKRT 1995 prevalens anemia pada Balita yaitu 40,1% hal ini tergolong tingkat yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat.

12. Penyebab utama anemia gizi yaitu cadangan zat besi yang tidak cukup, i faktor sosial ekonomi, pendidikan, pola makan, fasilitas kesehatan dan faktor budaya.

13. Pengaruh anemia gizi pada balita diantaranya adalah penurunan kekebalan tubuh, dan penurunan fungsi kognnotof

14. Strategi penanggulangan anemia gizi meliputi strategi operasional KIE, strategi operasioanl Suplementasi, Strategi penanggulangan anemia gizi secara tuntas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar