Selasa, 18 Mei 2010

TETRALOGI FALOT


TETRALOGI OF FALLOT

Pengertian
Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Pada penyakit ini yang memegang peranan penting adalah defek septum ventrikel dan stenosis pulmonalis, dengan syarat defek pada ventrikel paling sedikit sama besar dengan lubang aorta (Dr. Anna Ulfah Rahayoe, SpJP).
Tetralogi Fallot adalah gabungan dari:
- Defek septum ventrikel (lubang diantara ventrikel kiri dan kanan)
- Stenosis katup pulmoner (penyempitan pada katup pulmonalis)
- Transposisi aorta
- Hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan).











PREVALENSI
Kecuali selama umur minggu-minggu pertama, tetralogi fallot merupakan bentuk penyakit jantung utama yang menyebabkan sianosis. Sembilan persen bayi yang ditemukan dengan penyakit jantung berat pada umur tahun pertama menderita tetralogi fallot. Tetralogi fallot yang diperbaiki merupakan lesi jantung kongenital biasa pada penderita yang bertahan hidup.

ETIOLOGI
Kebanyakan penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak diketahui. Biasanya melibatkan berbagai faktor.
Faktor prenatal yang berhubungan dengan resiko terjadinya tetralogi Fallot adalah:
• Selama hamil, ibu menderita rubella (campak Jerman) atau infeksi virus lainnya.
• Gizi yang buruk selama hamil.
• Ibu yang alkoholik.
• Usia ibu diatas 40 tahun.
• Ibu menderita diabetes.

GEJALA
Gejalanya bisa berupa:
• bayi mengalami kesulitan untuk menyusu
• berat badan bayi tidak bertambah
• pertumbuhan anak berlangsung lambat
• perkembangan anak yang buruk
• sianosis
• jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang karena kulit atau tulang di sekitar kuku jari tangan membesar)
• sesak nafas jika melakukan aktivitas
• setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok.
Pada Tetralogi Fallot terdapat 4 macam kelainan:
• Lubang di sekat pemisah bilik kiri (left ventricle) dengan bilik kanan (right ventricle)
• Aorta overriding (pembuluh darah utama yang keluar dari bilik kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan
• Pulmonal stenosis (penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan penyempitan). Dalam hal absent pulmonary valve, klep tak terbentuk, dan terjadi pelebaran pembuluh darah paru (warna biru muda pada gambar kanan). Pembuluh darah paru yang melebar ini dapat menekan saluran nafas, sehingga pasien mengalami sesak nafas, sering infeksi jalan nafas bawah.
• Penebalan otot bilik kanan akibat kerja keras (karena jalan keluarnya terhambat) dan tekanan dalam rongga ini meningkat.

KOMPLIKASI
Komplikasi dari tetralogi fallot antara lain:
1. Penyakit vaskuler pulmoner
2. Deformitas arteri pulmoner kanan

Komplikasi berikut dapat terjadi setelah Anastomosis Blalock-Taussig:
1. Perdarahan, perdarahan hebat terutama terjadi pada anak-anak dengan polisitemia.
2. Emboli atau trombosis serebri, risiko lebih tinggi pada polisitemia, anemia, atau sepsis.
3. Gagal jantung kongesti jika piraunya terlalu besar
4. Oklusi dini pada pirau
5. Hemotoraks
6. Pirau kanan ke kiri persisten pada tingkat atrium, terutama pada bayi
7. Sianosis persisten
8. Kerusakan nervus frenikus
9. Efusi pleura

Pemeriksaan fisik
Tabuh jari tangan dan jari kaki yang dapat dikenali pada bayi dan anak yang lebih tua adalah merupakan manifestasi sianosis kronik. Pertumbuhan akan terbatas pada penderita sianosis berat, tetapi pada tahun 1990 bukan lagi menjadi masalah penting karena adanya intervensi bedah awal.
Tanpa atresia pulmonalis, terdapat bising ejeksi sistolik keras yang terdengar dengan baik pada linea parasternalis kiri bawah tetapi biasanya kemudian dislurkan ke atas sepanjang seluruh linea parasternalis kiri dan terus kea rah fossa suprasternalis. Suara jantung kedua tunggal, terdiri atas komponen aorta satu-satunya dan mungkin diperkeras karena aorta asendens lalu kemudian pindah menuju kea rah anterior. Pada atresia pulmonalis bising kontinu sirkulasi kolateral mungkin dapat terdengar, terutama di atas punggung. Akan tetapi, sebenarnya pada neonatus dengan sianosis dan bising kontinu, kemungkinan diagnosis yang paling menonjol adalah tetralogi fallot dengan atresia pulmonal.
1. Elektrokardiografi
Elektrokardiogram menunjukan devisiansi sumbu ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan. Tanpa penemuan ini diagnosis tetralogi fallot tanpa ataudengan atresia pulmonalis hasilnya akan tampak meragukan. Jika ada stenosis pulmonal minimal dengan shunt dari kiri ke kanan yang besar, elektrokardiogram dapat menunjukan hipertrofi biventrikular. Sumbu superior ke kiri memberi kesan tetralogi fallot dengan defek kanal atrioventrikular.
2. Sinar-X Dada
Secara klasik, sinar-x dada menunjukan ukuran jantung normal dengan pengurangan vaskularisasi paru. Biasanya segmen batang arteria pulmonalis adalah defisien. Karena shunt dari kiri ke kanan yang berlebihan, vaskularisasi pulmonal mungkin bertambah dan jantung membesar dan tidak dapat dibedakan dari tanda-tanda yang ditemukan pada bayi dengan defek sekat ventrikel. Pada atresia pulmonalis dan sirkulasi koleteral berlebihan, jantung mungkin agak lebih besar daripada normal tetapi segmen batang arteria pulmonalis biasanya tidak ada. Tidak adanya segmen batang arteria pulmonalis menjadikan jantung tampak seperti sepatu dan diberi nama Coeur en Sabot. Biasanya bila arkus aorta ke kanan, ia dengan mudah dapat terlihat pada foto dada biasa. Kadang-kadang gambaran vaskularisasi yang tidak biasa pada foto dada dikenali sebagai sirkulasi koleteral.
3. Ekokardiogram
Pada ekokardiografi akan mungkin memperagakan defek sekat ventrikel, khas konventrikular dengan deviasi anterior sekat infundibulum. Akar aorta besar dan mengarah ke kanan bervariasi overriding. Saluran keluar pulmonal yang menyempit biasanya dengan mudah ditampakan dan obstruksi dapat didokumentasikan dengan teknik Doppler.
Sekarang dimungkinkan bagi ekokardiografer mengenali defek sekat ventrikel tambahan pada bagian lain sekat dengan teknik Doppler berwarna, dan anatomi arteria koronaria sering dapat dilihat dengan cukup baik untuk mengenali kelainan cabang-cabang konus di dalam saluran aliran keluar ventrikel kanan pada titik dimana irisan bedah mungkin diperlukan.
Stenosis pilmonal perifer proksimal dan hipoplasia relatif pembuluh darah pulmonal sentral dapat ditampakan. Belum ada data yang cukup untuk merekomendasikan bahwa koreksi bedah tetralogi fallot yang dilakukan dengan informasi diagnostik anatomik yang didasarkan seluruhnya atas ekokardiografi, tetapi sangat mungkin bahwa hal ini akan terjadi dalam waktu tidak lama lagi.
Pandangan susifoid dan parasentral paling jelas menampakan defek sekat ventrikel, aorta yang menggeser ke kanan (overriding) dan obstruksi saluran aliran ke luar ventrikel kanan. Cabang arteri pulmonalis biasanya terlihat pada pandangan sumbu-pendek parasternal dan suprasternal. Anatomi arteria koronaria kiri dapat terlihat pada pandangan sumbu-pendek parasternal atau pandangan sumbu-panjang yang ditunjukan ke arah bahu kiri. Akan tetapi, ketika penderita menjadi lebih tua dan lebih besar, ketajaman ekokardiografi menghilang dan angiokardiografi menjadi keharusan.
4. Kateterisasi jantung
Dengan diagnosis elektrokardografi tetralogi fallot yang dapat dindalkan, hanya sedikit atau bahkan tidak perlu diadakan kateterisasi jantung dan angiografi jika direncanakan operasi shunt. Bila operasi perbaikan akan dilaksanakan, angiografi diperlukan untuk memperjelas masalah seperti:
1. adakah defek sekat ventrikel tambahan (5%)?
2. adakah arteri koronaria menyilang saluran ke luar ventrikel kanan (5%)?
3. adakah stenosis pulmonal perifer (28%)?
Jika ada, salah satu dari kelainan ini dapat menjadi masalah pada operasi perbaikan atau pada masa pasca bedah. Walaupun pada rincian ini dapat dipastikan dengan ekokardiografi pada keandalan relatif tinggi, harga yang tinggi untuk salah diagnosis mengharuskan perlunya kateterisasi jantung sebelum pembedahan.

DIAGNOSA
Pada pemeriksaan dengan stetoskop biasanya akan terdengar murmur (bunyi jantung yang abnormal).
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
• EKG
• Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel darah merah dan hematokrit
• Rontgen dada menunjukkan ukuran hati yang kecil dan adanya hipertrofi ventrikel kanan (jantung berbentuk sepatu bot)
• Kateterisasi jantung
• Ekokardiogram.
PENGOBATAN
Pada serangan sianosis, diberikan oksigen dan morfin. Untuk mencegah serangan lainnya, untuk sementara waktu bisa diberikan propanolol. Selain itu jika terjadi serangan sianosis diberi penyekat beta dan analgesik.
Pembedahan untuk memperbaiki kelainan jantung ini biasanya dilakukan ketika anak berumur 3-5 tahun (usia pra-sekolah). Pada kelainan yang lebih berat, pembedahan bisa dilakukan lebih awal.
Pembedahan yang dilakukan terdiri dari 2 tahap:
1. Pembedahan sementara
Pembuatan shunt bisa terlebih dahulu dilakukan pada bayi yang kecil dan sangat biru, agar aliran darah ke paru-paru cukup. Shunt dibuat diantara aorta dan arteri pulmonalis. Setelah bayi tumbuh cukup besar, dilakukan pembedahan perbaikan untuk menutup kembali shunt tersebut.
2. Pembedahan perbaikan terdiri dari:
a. penutupan VSD
b. pembukaan jalur aliran ventrikel kanan dengan cara membuang sebagian otot yang berada di bawah katup pulmonalis
c. perbaikan atau pengangkatan katup pulmonalis
d. pelebaran arteri pulmonalis perifer yang menuju ke paru-paru kiri dan kanan.
e. Kadang diantara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dipasang sebuah selang (perbaikan Rastelli). Jika tidak dilakukan pembedahan, penderita biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun.

Penatalaksanaan medis
1. Serangan sianosis
Serangan sianosi merupakan penyebab keprihatinan. Pada mulanya ibu hanya membuat bayi nyaman, dimana posisi lutut-dada merupakan penanganan yang efektif. Semua penanganan yang tidak menyenangkan agaknya memperburuk serangan sianosis. Dengan demikian, injeksi, terapi tusuk jari, terapi intravenosa, atau pengekangan akan memperburuk keadaan. Tindakan yang hanya menyamankan bayi ditinggalkan dan penanganan bayi yang lebih agresif yang dilakukan merupakan masalah pertimbangan dan informasi dari anak. Adalah masalah yang perlu diperhatikan bahwa ibu melaporkan serangan kumat-kumatan di rumah yang ditatalaksana dengan berhasil tapi ditemukan bahwa serangan pertama di rumah sakit adalah kejadian yang membuat gugup yang kemudian berakhir dengan disedasi, diintubasi, pemberian makan secara intravena, dan kurarisasi. Pada waktu bangun biasanya bayi tersebut biasanya mengalami serangan lain sesudah menyadari lingkungan yang aneh. Bentuk penanganan ini menyebabkan pembedahan dilakukan pada hari masuk tersebut kadang tidak dapat untuk dihindari.
Pengobatan serangan sianosis yang berguna adalah morfin, obat yang spesifik untuk masalah ini, dan propanol. Morfin menekan rasa tercekik dan menghilangkan rasa takut, sedangkan propanol mengendorkan spasme infundibulum, kadang-kadang dengan pengaruh yang menguntungkan yang dramatis pada saturasi oksigen arteri. Biasanya oksigen digunakan tetapi oksigen ini mempunyai sedikit pengaruh yang dapat diperagakan. Dalam menit awal serangan berat menyebabkan asidosis metabolik, yang dapat dikendalikan dengan natrium bikarbonatintravena dalam dosis berulang jika serangan berlanjut. Pada umumnya penanganan yang agresif mengikatkan penderita ke pembedahan selama perawatan rumah sakit, karena penanganan itu sendiri dapat memperburuk anak, menimbulkan serangan yang lebih banyak.
2. Pemilihan waktu Kateterisasi Jantung
Bayi sianosis tidak bergejala yang tumbuh dan bertambah berat dilakukan kateterisasi jantung secara efektif pada awal masa bayi untuk memperjelas anatomi koronaria, untuk mengesampingkan kemungkinan defek sekat ventrikel tambahan dan untuk mengukur stenosis pulmonal perifer yang mungkin. Pada umumnya lebih banyak digunakan kateterisasi lebih awal daripada kemudian, untuk menghindari serangan sianosis di laboratorium. Meskipun demikian anak yang telah menderita serangan diperiksa kateterisasi jantung tetapi dengan sangat hati-hati.
3. Pembedahan
Dalam beberapa pengecualian bayi yang mempunyai gejala dirujuk ke pembedahan untuk perbaikan. Tanpa gejala dan masalah teknik yang telah diperhitungkan, perbaikan elektif dilakukan pada hari ulang tahun pertama. Perbailan terdiri atas irisan ventrikel kanan, tambalan untuk menutup defek ventrikel, dan paling sering tambalan saluran keluar transanular.
Pembedahan untuk anak yidak bergejala yang mempunyai ”koronaria konus” menyilangi saluran aliran ke luar ventrikel kanan ditunda sampai umur 3-4 tahun, karena mungkin diperlukan saluran antara ventrikel kanan dan batang arteria pulmonalis untuk menghindari anomali koronaria.. makin besar anak maka makin besar saluran yang dapat digunakan dan makin lama kemungkinan untuk bertahan. Pada umur 4 tahun saluran yang besar dapat dimasukan agar dapat bertahan sekitar 5-10 tahun. Bila pembedahan diperlukan karena gejala, pilihan terletak antara shunt arteria sistemik-arteria pulmonalis atau perbaikan dengan menggunakan saluran. Alasan untuk operasi shunt adalah bahwa operasinya lebih aman, lebih cepat dan kurang traumatis.

UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
1. Sinar-X pada toraks, menunjukkan peningkatan atau penurunan aliran pulmoner.
2. EKG, menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan, hipertrofi ventrikel kiri, atau keduanya.
3. Nilai gas darah arteri, aliran darah pulmoner obstruktif (peningkatan PCO2, penurunan PO2, dan penurunan pH).
4. Hematokrit atau hemoglobin, memantau viskositas darah dan mendeteksi adanya anemia defisiensi besi.
5. Ekokardiogram, mendeteksi defek septum, posisi aorta, dan stenosis pulmoner.
6. Kateterisasi jantung, peningkatan tekanan sistemik dalam ventrikel kanan, penurunan tekanan arteri pulmoner dengan penurunan saturasi hemoglobin arteri.
7. Jumlah trombosit, menurun
8. Uji telan barium, menunjukkan pergeseran trakea dari garis tengah kea rah kiri.
9. Radiogram abdomen, mendeteksi kemungkinan adanya kelainan congenital lain.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TETRALOGI FALLOT

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Kaji tingkat aktivitas dan tahap perkembangan anak (prabedah).
2. Kaji adanya perubahan status kardiopulmoner.
3. Kaji adanya tanda dan gejala masalah kolaboratif potensial (komplikasi): perdarahan, gagal jantung kongestif, aritmia, regurgitasi pulmoner persisten, curah jantung rendah, hipertensi pulmoner, efusi pleura, gangguan keseimbangan elektrolit, kelebihan cairan, hepatomegali, dan komplikasi neurologik.
4. Kaji adanya nyeri pascabedah.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas
2. Ansietas
3. Takut
4. Penurunan curah jantung
5. Perubahan perfusi jaringan
6. Kelebihan volume cairan
7. Risiko tinggi infeksi
8. Risiko tinggi cedera
9. Perubahan proses keluarga
10. Koping individu tidak efektif
11. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
12. Risiko tinggi perubahan pertumbuhan dan perkembangn
13. Risiko tinggi penatalaksanaan program teraupetik tidak efektif

INTERVENSI KEPERAWATAN
Perawatan Pemeliharaan
1. Pantau adanya perubahan status kardiopulmoner.
2. Pantau dan pertahankan status nutrisi.
a. Asupan dan keluaran; berat jenis
b. Tanda-tanda dehidrasi
3. Pantau respon anak terhadap pengobatan
a. Besi, untuk anemia defisiensi besi dan polisitemia
b. Antibiotic, diberikan sebelum, selama, dan sesudah pembedahan sebagai profilaksis terhadap endokarditis bacterial subakut.
c. Diuretic furosemid, untuk gagal jantung kongesti sebelumatau sesudah pembedahan.
d. Digitalis, untuk gagal jantung kongesti sebelum dan sesudah pembedahan.
e. Morfin, untuk mengatasi serangan hipersianosis.
f. Propranolol, untuk mengatasi serangan hipersianosis (penatalaksanaan jangka panjang).
g. Natrium bikarbonat, jika timbul asidosis yang dilaporkan.
4. Memberi makanan tinggi zat besi (untuk mengobati anemia defisiensi besi) dan protein (untuk meningkatkan penyembuhan).
a. Sereal, kuning telur, dan daging
b. Suplemen besi
5. Beri tambahan oksigen bila perlu dan pantau respon anak.
a. Pantau status pernapasan
b. Pantau warna
c. Gunakan dan pertahankan alat respiratori (masker, ventilator, atau tent oksigen)
6. Lindungi anak dari kontak dengan potensi infeksi dan tingkatkan praktik pencegahan (untuk mencegah endokarditis bacterial subakut).
a. Lakukan screening pengunjung terhadap infeksi.
b. Beri instruksi pada anak dan keluarga tentang perawatan yang baik.
1) Menyikat dan membersihkan gigi
2) Pentingnya memeriksakan gigi untuk mendeteksi adanya karies dan infeksi gusi
3) Pentingnya profilaksis antibiotic sebelum pencabutan gigi
4) Amati dengan cermat adanya demam dan abrasi secara berkala untuk pemberian profilaksis antibiotic.
7. Pantau adanya tanda-tanda komplikasi dan respon anak terhadap program pengobatan.
a. Asidosis
b. Anemia
c. Abses otak
8. Observasi adanya kerusakan nervus frenikus dan paralysis diafragma.
9. Observasi adanya komplikasi pernapasan.

Perawatan Prabedah
1. Siapkan anak untuk pembedahan dengan memperoleh data pengkajian.
a. Pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, glukosa serum, dan nitrogen urea darah (BUN).
b. Elektrolit dasar
c. Koagulasi darah
d. Golongan darah dan pencocokan silang
e. Sinar-X toraks dan EKG
2. Beri penjelasan tentang persiapan bedah sesuai denagn usia anak.
3. Jangan ukur tekanan darah atau mengambil darah arteri pada lengan dengan pirau potensial.

Perawatan Pascabedah
1. Kaji status klinik anak.
a. Perhatikan nadi, tekanan darah arteri, tekanan nadi
b. Perhatikan sianosis
c. Kaji adanya sindrom Horner
2. Pantau adanya komplikasi pascabedah pada anak.
a. Perdarahan
b. Gagal jantung kongesti
c. Peningkatan aliran darah pulmoner dan hipertensi pulmoner
3. Pantau respon anak terhadap pemberian obat digitalis dan diuretic diberikan jika perlu.
4. Pantau dan pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Pantau adanya tanda-tanda dehidrasi, kurang air mata, kulit kendur, berat jenis lebih dari 1, 020, dan penurunan keluaran urin atau berat badan.
b. Pantau cairan pada 50% sampai 75% volume rumatan selama 24 jam pertama.
5. Tingkatkan dan pertahankan status respiratori yang optimal.
a. Lakukan perkusi dan drainase postural setiap dua sampai empat jam.
b. Gunakan pengisapan bila perlu
c. Gunakan spirometer setiap 1 sampai 2 jam selama 24 jam kemudian setiap 4 jam.
6. Pantau dan redakan rasa sakit anak.

HASIL YANG DIHARAPKAN
1. Tanda-tanda vital anak berada dalam batas normal sesuai dengan usia.
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang sesuai dengan usia.
3. Anak bebas dari komplikasi pascabedah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar